Pemilu serentak 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024. Indonesia akan memiliki pesta demokrasi yang akan membangkitkan semangat para politisi yang berebut suara, terutama di kalangan pemilih pemula. Dilansir dari Media Indonesia, survei menunjukkan bahwa Milenial dan Generasi Z diharapkan menjadi konstituen terbesar pada Pemilu 2024. Peningkatan jumlah pemilih muda diperkirakan terjadi pada Pemilu tahun 2024. Pemilih dengan rentang usia tersebut akan mendominasi hingga 60% atau sekitar 110 juta dari total pemilih.
Untuk itu, yuk, kita kenal lebih dalam tentang apa itu pemilih muda lewat artikel berikut ini. Let’s Go!
Pengertian Pemilih Muda
Pemilih muda adalah konstituen yang unik dan memiliki keuntungan memiliki akses yang lebih baik ke komunikasi massa dan media sosial daripada generasi yang lebih tua. Melansir Anti Corruption Learning Centre, disebutkan survey yang telah dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) proporsi pemilih muda rentang usia 17-39 tahun diprediksi mendekati 60 persen. Kategori pemilih muda yaitu kelompok pemilih generasi Z (17-23) dan generasi milenial (24-39).
Dalam ranah Pemilu ada yang disebut pemilih pemula atau rookie. Kategori pemilih ini meliputi pemilih pemula, pemilih lepas, pemilih pindah status dari TNI, pemilih pindah status dari Polri, dan pemilih pindahan. Pemilih muda ini termasuk juga sebagai pemilih pemula atau rookie. Disebut rookie karena pemilih yang akan mencoblos pada 14 Februari 2024 baru berusia 17 tahun atau baru melaksanakan prosesi pemilu pertamanya.
Bagaimana Perilaku Para Pemilih Muda Ini?
1. Mencari Informasi dari Sosial Media
Mayoritas pemilih muda adalah mereka para generasi yang lahir di era digital. Pemilih muda sangat mahir menggunakan teknologi digital, mulai dari media sosial hingga gadget atau perangkat IT lainnya. Karena tren aktivitas lintas perangkat, informasi harian yang berlebihan bagi generasi ini membanjiri perangkat seluler.
Pergeseran sumber informasi dari media arus utama ke media sosial harus menjadi perhatian bagi pemilih muda, karena banyak informasi yang muncul di timeline media sosial sebenarnya mengandung penipuan, misinformasi, dan disinformasi.
2. Berpotensi banyak Golput?
Untuk memaksimalkan dampak media sosial, pemilih muda juga harus diberikan pemahaman tentang etika dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial. Pelatihan literasi digital dan berpikir kritis sangat diperlukan.
Jika kemampuan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis ini masih minim untuk para pemilih muda, maka resiko potensi golput akan lebih besar. Hal ini diperparah dengan banyak konten kreator yang membahas sisi gelap para politisi dan hal ini akan membuat para pemilih muda semakin hilang kepercayaan dengan para calon yang akan ada di Pemilu 2024.
3. Lebih kritis
Media sosial dianggap sebagai senjata yang efektif untuk menarik pemilih pemula sebagai platform untuk berdiskusi dengan publik. Media sosial ini pula yang akan menjadi tolak ukur para pemilih muda. Saat ini, para pemilih muda sudah semakin kritis. Dengan banyaknya strategi kampanye di media sosial, semakin banyak pula nilai dari tiap calon yang akan ia bandingkan dengan nilai yang ia yakini dengan diri sendiri.
Kenapa Pemilih Muda Harus Aware dengan yang Ingin Dipilih?
Pemilih yang belum berpengalaman juga bisa memberikan informasi yang baik dan benar kepada orang lain atau kepada masyarakat terkecilnya, seperti keluarga. Partisipasi aktif pemilih muda dapat membantu membentuk kebijakan publik yang inklusif dan mewakili seluruh masyarakat. Karena pemilih yang tidak berpengalaman cenderung memiliki ide, cara pandang dan energi baru yang dapat meremajakan dunia politik dan lain-lain.
Peran pemilih muda sangat dinantikan dalam pemilu 2024. Selama ada pemilih muda atau pemilih pemula yang peduli kejujuran dan antikorupsi, negara dan bangsa ini akan tetap eksis dan jaya. Yuk, temukan lebih banyak info-info menarik lainnya di kanal artikel Universitas Bakrie!