Okezone Goes to Campus hadir di Universitas Bakrie pada Kamis, 22 Juni 2023. Acara tersebut diisi dengan seminar bertajuk tema "Media Sosial Vs Kebebasan Pers di Era Society 5.0". Pemimpin Redaksi Okezone, M Budi Santosa yang juga sekaligus dosen di Universitas Bakrie mengungkapkan Okezone Goes to Campus merupakan kolaborasi yang bisa terus dilanjutkan dan dikembangkan khususnya untuk membuka pandangan dan wawasan praktik media saat ini agar terus relevan dengan perkembangan zaman dan dunia pendidikan.
Seminar ini turut menghadirkan Ketua Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana, CEO Good News From Indonesia (GNFI) Wahyu Aji, dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie Gabriel Bias sebagai pembicara dari sudut pandang mahasiswa. Nah, melalui artikel ini kita melihat bagaimana pandangan Gabriel Bias sebagai mahasiswa dalam melihat praktik jurnalisme saat ini khususnya pada media sosial dan media mainstream di Indonesia.
Yuk, baca terus!
Perbedaan Media Sosial & Media Mainstream
Media sosial dan media mainstream jelas berbeda dalam banyak hal. Hal ini seperti yang juga disampaikan oleh pembicara lainnya yakni Yadi Hendriani dan Wahyu Aji bahwa memang benar keduanya merupakan media, yaitu saluran atau saluran penyebaran informasi. Namun, perbedaan terbesarnya adalah dari sisi kualitas informasi.
Secara pengertian yang lebih sederhana, Media sosial merupakan tempat bagi penggunanya untuk berbagi informasi, pemikiran, dan perasaan. Sedangkan, media mainstream dalam hal ini adalah media massa merupakan tempat pelaporan (reporting) jurnalistik, yakni pemberitaan peristiwa dalam bentuk berita (news).
Dari sisi kepemilikan, media sosial dan media mainstream juga jelas berbeda. Jika, media sosial dimiliki oleh pribadi atau individu, meskipun juga beberapa ada yang berbentuk perusahaan. Konsep dari media sosial lebih ke arah kolaboratif dan tidak harus berbadan hukum. Sedangkan, media mainstream dikelola oleh rumah media dan berbentuk kelembagaan serta memiliki badan hukum. Dengan kata lain, pengelola media terdiri dari banyak orang, mulai dari mengumpulkan informasi hingga mengelola dan menyajikan informasi.
Sementara itu, dari segi konten, pemberitaan di media dibuat dan ditulis oleh seorang yang disebut jurnalis atau wartawan. Sementara itu, konten media sosial diproduksi oleh pengguna dan siapa saja (individu atau lembaga). Media sosial konten-kontennya dapat diisi dengan bebas. Sedangkan, media mainstream berisi struktural yang cukup kompleks di mana Pemimpin redaksi bertanggung jawab atas isi media. Kewajiban melaporkan kesalahan diarahkan kepada lembaga yang diwakili oleh pemasok. Sementara, penanggung jawab konten media sosial adalah pengguna/akuntan individu atau institusi itu sendiri.
Dinamika Jurnalisme Saat ini
Dinamika jurnalisme yang dirasakan saat ini adalah tentang keterbukaan informasi dan kepercayaan publik. Saat itu, media sosial telah mendisrupsi media mainstream, karena masyarakat saat ini lebih percaya dengan berita yang ada di media sosial dibandingkan dengan yang ada di media mainstream.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh pembicara lainnya, Yadi Hendriana, yang mengungkapkan bahwa saat ini banyak media-media mainstream yang justru tidak mengedepankan verifikasi, tetapi banyak berita yang memuat unsur kepentingan. Hal ini lah juga yang menyebabkan masyarakat mungkin semakin enggan untuk melirik media mainstream.
Sayangnya, ekosistem di media sosial di Indonesia masih menimbulkan banyak celah. Ketika seseorang mem-publish berita di media sosial, hal itu dapat diibaratkan bola panas yang siap meledak kapanpun. Fenomena ini mengartikan perlunya sinergi seluruh pihak, khususnya masyarakat. Pemerintah bisa mendorong dengan segera menerbitkan aturan yang mengatur media sosial, tanpa harus membatasi kebebasan berekspresi masyarakat. Hal ini juga perlu diingat bahwa kebebasan berekspresi juga harus tetap berlogika dan bernurani.
Selain itu, perlunya juga secara khusus kesadaran masyarakat sebagai produsen dan konsumen konten di media sosial. Masyarakat sebagai produsen konten juga harus memikirkan dampak atau impact yang akan dihasilkan dengan pemberitaan tersebut. Jangan hanya karena mengejar viral, tetapi malah menimbulkan hoaks dan huru-hara di sesama masyarakat yang bermain media sosial. Itulah yang disebut pembicara lainnya di seminar ini, Wahyu Aji, sebagai tanggung jawab dalam berkonten. Selain itu, literasi digital juga harus ditingkatkan agar masyarakat sebagai konsumen dapat lebih kritis dan tidak mudah termakan pemberitaan hoaks di media sosial.
Yuk, temukan lebih banyak informasi menarik dan bermanfaat lainnya hanya di kanal artikel Universitas Bakrie!